CITES
Appendix I memuat jenis-jenis yang sudah terancam punah sehingga peredaran dari suatu negara ke negara lain dilarang, kecuali untuk tujuan tertentu yang tidak mengganggu populasinya di alam.
Appendix II memuat jenis-jenis yang walaupun saat ini belum terancam punah, namun apabila perdagangan internasional tidak dikontrol maka sudah dipastikan akan terancam punah.
Berdasarkan Keppres No. 43 tahun 1978 (tentang Ratifikasi CITES), Indonesia telah meratifikasi konvensi CITES (Convention on International Trade in Endangered Species). Sebagai Negara telah meratifikasi CITES, Indonesia berkewajiban melaksanakan berbagai ketentuan CITES antara lain melarang perdagangan, mengenakan sanksi terhadap pelaku pelanggaran dan melakukan penyitaan terhadap specimen yang diperdagangkan tidak sesuai dengan ketentuan CITES (illegal).
Manfaat Indonesia meratifikasi CITES antara lain yaitu adanya sistem kontrol terhadap perdagangan tumbuhan dan satwa liar. Artinya kontrol perdagangan tidak hanya di negara pengirim, tetapi juga di negara penerima. Perdagangan illegal ke luar negeri yang lolos dari Indonesia, kemungkinan besar tidak akan lolos di negara penerima. Manfaat lain yaitu akan ada bantuan berupa financial dan technical co-operation dari CITES.
Ketentuan pokok CITES mengatur bahwa pelaksanaan perdagangan internasional dilaksanakan melalui sistem permit yang dikeluarkan oleh CITES Management Authority. Sebagai pelaksana Otoritas Pengelola (Management Authority) CITES di Indonesia adalah Departemen Kehutanan sesuai Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 1999.